Refleksi Penyelenggaraan dan Penanganan Korban Pascabencana di Sulawesi Tengah
Penyelenggaran dan penanganan terhadap korban pascabencana 28 september 2018 di Sulawesi Tengah nampaknya masih jauh panggang dari api. Sudah memasuki 15 bulan pascabencana, mayoritas korban belum juga pulih dari keterpurukan akibat bencana dasyat itu. Sampai saat ini, masih terdapat sejumlah korban bencana tinggal di tenda-tenda darurat. Di huntara, para penyintas mulai kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari karena tidak ada lagi pelayanan dasar dari pemerintah. Sementara, mayoritas korban tak memiliki pekerjaan sejak terjadi bencana yang menimpah kota Palu, Sigi, Donggala dan Parigi Moutong.
Masalah lain, pemerintah dan pemerintah daerah hingga kini belum selesai menyalurkan dana jaminan hidup (jadup) dan santunan duka. Pemerintah dan pemerintah daerah juga tidak memberikan santunan kecatatan bagi korban bencana yang cacat ketika terjadi bencana alam tersebut.
Di beberapa tempat penanganan terhadap korban justru menuai masalah baru yang berpotensi konflik horizontal. Konflik ini terutama dipicu oleh tidak dilibatkannya korban dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan, implementasi dan monitoring dalam setiap program penanganan dan pemulihan pascabencana. Terlebih lagi, ketidak jelasan penanggungjawab pelaksana pemulihan pascabencana di Sulawesi Tengah membuat korban makin tak punya kepastian. Apalagi, proses penanganan dan pemulihan cenderung parsial membuat pelaksanaan pemulihan makin tidak jelas.
Video ini merupakan proses dialog yang melibatkan pemerintah dan pemerintah daerah, penyintas dan masyarakat sipil yang bertujuan untuk merefleksikan penyelenggaraan dan penangan korban pascabencana di Sulawesi Tengah.
Diselenggarakan oleh Sulteng Bergerak, pada, 18 November 2019, di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Didukung oleh The Asia Foundation, Walhi Sulteng dan AJWS.