Audiensi Penyintas Lapangan Koni dan Pemkot Palu Tak Menuai Hasil
Palu, Joernalinakor.com – Penyintas Kota Palu yang menempati hunian sementara (Huntara) Lapangan Koni dan Tavanjuka didampingi Sulteng Bergerak melakukan audiensi bersama Pemerintah Kota Palu pada Rabu (25/11/2020).
Pertemuan yang berlangsung di Masjid Lokasi Huntara Lapangan Koni tersebut dihadiri oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Palu, Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Palu dan Dinas Kesehatan Kota Palu. Sebelumnya, Sulteng Bergerak melayangkan surat resmi kepada PLT. Wali Kota Palu untuk menghadiri pertemuan bersama dengan para penyintas. Sayangnya, mantan Wakil Wali Kota Palu periode 2016-2020 tidak hadir dalam pertemuan tersebut karena ada agenda lain.
Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Sulteng Bergerak, Freddy Onora menyangkan ketidak hadiran PLT. Wali Kota Palu untuk mendengarkan sejumlah masalah penyintas. Padahal kata dia, jauh sebelumnya pihaknya sudah melayangkan surat dan telah mengkonfirmasi kehadiran PLT. Wali Kota Palu.
“Awalnya, protokoler Wali Kota Palu memberikan informasi bahwa PLT. Wali Kota Palu akan hadir. Namun, tiba-tiba mereka batalkan saat pertemuan itu hendak dilangsungkan. Ini tentu sangat mengecewakan kami, terutama para penyintas.” Tutur Fredy
Menurut Freddy, pertemuan tersebut telah melalui proses perencanaan panjang mulai dari membangun komunikasi dengan Pemkot Palu hingga melayangkan surat resmi. Hal ini, kata dia, agar Pemkot Palu menghargai keinginan besar penyintas untuk berkomunikasi secara terbuka dengan pemerintah Kota. Tetapi, menurut Freddy sikap Pemkot seakan-akan tidak menghargai niat baik para penyintas.
“Kita sebenarnya berharap pemerintah kota Palu memberikan jalan keluar atas kompleksitas masalah warga, seperti kejelasan zona rawan bencana yang berdampak pada relokasi warga, pemenuhan hak dasar penyintas, fasilitas kesehatan dan skema bantuan hunian yang masih simpang siur sampai dengan hari ini.” Tandasnya
Lebih lanjut, kata Freddy kondisi penyintas selama kurang lebih dua tahun pasca bencana sangat memperihatinkan mulai dari kondisi huntara yang sudah mulai rusak, minimnya air bersih, berakhirnya masa kontrak tanah di lokasi huntara dan pelayanan hak dasar yang buruk. Bahkan kata dia, banyak masalah sosial terjadi di huntara mulai dari kekerasan hingga kasus-kasus bunuh diri.
“Pemkot Palu nyaris tak hadir di tengah-tengah penyintas, indikatornya bisa dilihat dari kasus bunuh diri. Paling terbaru kasus pembunuhan terhadap penyintas yang hari-harinya berprofesi sebagai ibu rumah tangga.” Kata dia
Menanggapi pernyaataan tersebut, Pemkot Palu yang dalam hal ini diwakili oleh Kepala dinas PU Kota Palu, Iskandar Arsyad, menegaskan bahwa tidak benar jika pemerintah Kota Palu tidak bekerja dalam proses percepatan pemulihan pasca bencana. Menurutnya, sejak awal pemerintah sudah bekerja secara optimal meskipun masih banyak kekurangan.
“Salah besar jika ada yang mengatakan Pemkot tidak bergerak. Persoalan belum tercatat dan terdaftar silakan langsung ke BPBD. Mungkin masyarakat tahu atau tidak tahu itu karena kurangnya sosialisasi,” tandasnya.
Iskandar juga mengakui bahwa ada oknum yang ‘bermain’ terkait skema bantuan yang semestinya diterima Penyintas. Dia juga menegaskan bahwa jika terjadi hal tersebut harus segera dilaporkan agar bisa diproses secara hukum.
Sementara itu, BPBD Kota Palu yang dalam hal ini diwakili oleh Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik, Bambang Subarsyah mengatakan bahwa persoalan relokasi dan zona merah ini memang terbentur dari kondisi etnografis masyarakat, persoalan lain yang dihadapi adalah data, dia menghimbau agar warga segera mengecek langsung terkait data Penyintas di BPBD.
“Orang yang berada di zona merah tidak bisa lagi mendapatkan dana stimulan, harus relokasi. Tapi memang persoalannya kearifan lokal kita, ada sebagian masyarakat yang tidak bisa meninggalkan tempat mereka hidup.” Kata dia
“Terkait skema bantuan, kalau ada waktu, silakan bapak/ibu langsung cek datanya di BPBD agar bisa segera diverifikasi,” tegasnya.
Lain Pemerintah tentu lain pula yang dirasakan oleh Penyintas, Ibu Sritini Haris (53), salah seorang penyintas di Huntara Lapangan Koni menyampaikan kekecawaannya terhadap Pemerintah Kota Palu. Menurutnya, mereka tidak pernah mendapatkan sosialisasi yang cukup terkait kejelasan skema bantuan yang diperoleh, ditambah lagi kondisi Huntara yang makin memprihatinkan karena kurang mendapat perhatian.
“Ini di Huntara sudah banyak sekali anak kecil (bayi) yang lahir sementara fasilitas kesehatannya tidak memadai. Listrik bayar sendiri, air susah. Terus kami disuruh pindah sementara yang lain-lain dibiarkan membangun. Sudah capek kita disuruh sabar terus Pak,” keluhnya.
Hanang (45), Penyintas di Huntara Tavanjuka juga mengeluhkan hal yang sama. Menurutnya, selama ini pemerintah tak pernah melihat kondisi mereka di Huntara Iksanul Khair. Bahkan kata Hanang, saat ini mereka telah diminta angkat kaki dari Huntara karena masa kontrak Huntara telah selesai.
“Setiap hari ada saja warga yang menangis karena tidak tahu akan pindah ke mana. Masalah ini kami sudah sampaikan juga kepada Wali Kota, saat itu masih pak Hidayat. Namun jawabannya justru menyakiti hati warga karena dia hanya bilang “berbaik-baik lah disitu”, tanpa ada solusi.” Katanya
Pertemuan yang berlangsung selama kurang lebih dua jam, tidak menemukan titik terang dikarenakan pertemuan yang sempat terhenti karena Sholat Dzuhur. Setelah itu, pertemuan akan dilanjutkan pukul 13.00 Wita, namun hingga pukul 14.00 Wita, pihak OPD terkait tak kunjung datang sehingga pertemuan tersebut tidak berlanjut karena absennya instansi-instansi terkait.
Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Sulteng Bergerak
Freddy Onora (**)
Sumber: joernalinakor.com