Manfaat Lumbung Pangan Bagi Komunitas Adat di Desa Katu di Masa Pandemi COVID-19
Dalam menghadapi dampak pandemi COVID-19 bagi masyarakat lokal di pedesaan, Komunitas Celebes Bergerak (KCB) dan Serikat Petani Katu (SPK) bekerjasama membangun ketahanan pangan bagi masyarakat adat Desa Katu, Kecamatan Lore Tengah Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah.
Program ketahanan pangan ini terdiri dari pembangunan lumbung pangan dan pertanian organik skala kecil dengan memberdayakan petani-petani miskin yang tergabung dalam wadah SPK. Dalam pertanian skala kecil ini, kami fokus mengembangan varietas padi lokal yang diolah tanpa penggunaan pestisida dan pupuk kimiah.
“Puji syukur kami berhasil memanen padi organik melalui program ketahanan pangan ini dan hasilnya sangat memuaskan. Sehingga dapat membantu warga miskin dan kelompok rentan yang terdampak pandemi COVID-19 di Katu.” Tutur Reinaldi Pantoli, Staf Community food security KCB
Kata dia, pada tanggal 25 November 2021 pihaknya telah menyalurkan bantuan kepada 23 warga miskin dan kelompok rentan di Katu.
“Bantuan ini merupakan hasil program ketahanan pangan komunitas yang kami garap bersama SPK dan mitra kami American Jewish World Service (AJWS).” kata Reinaldi
Selain disalurkan kepada warga miskin, kata dia beras organik ini juga telah disalurkan kepada 30 anggota SPK yang aktif bekerja dalam pengolahan kebun komintas sejak awal hingga panen.
Menurut Reinaldi, anggota SPK merupakan sasaran utama program ini. Mereka merupakan mitra Celebes Bergerak yang beranggotakan petani-petani miskin di desa Katu. Harapannya kata dia, program ini dapat membantu mereka dan memotivasi petani untuk terus memelihara budaya gotong royong terutama dalam menghadapi krisis pangan di masa pandemik COVID-19.
“Dalam kondisi saat ini, preventif penting dilakukan sebagai langkah mitigasi dalam menghadapi kemungkin terburuk di masa-masa krisis akibat dampak pandemi.” Katanya
Dampak pancemi COVID-19 kata Reinaldi, tidak hanya dirasakan warga diperkotaan tetapi petani-petani seperti di Katu juga merasakan efeknya.
“Krisis pangan benar-benar nyata dan mulai dirasakan petani Katu. Mereka mulai kesulitan mendapatkan pangan akibat dampak pandemik COVID-19. Petani-petani di sana tidak dapat menjual hasil panen kakao, vanili dan kopi karena kebijakan pembatasan sosial. Harga komoditas pertanian mereka juga anjlok. Sementara mayoritas mereka bergantung pada pertanian tahunan, hanya beberapa yang memiliki lahan persawahan.” Tururnya
Tambah lagi, kata Reinaldi efek pemanasan global juga membuat para petani di Katu sering gagal panen karena ketidak stabilan cuaca dan meningkatnya serangan hama pada tamanan.
Sehingga kata dia, program ketahanan pangan komunitas sangat bermanfaat pada masa-masa sulit seperti ini.
“Program ketahanan pangan komunitas ini berhasil mengembangkan padi varietas lokal yang dikelola secara organik tanpa penggunaan pupuk kimia dan pestisida sehingga dapat membantu para petani yang kesulitan beras (pangan).” Kata Reinaldi
Menurutnya, petani Katu yang berjumlah 380 jiwa atau 120 Kepala Keluarga (KK) bisa terbantu meski bantuan pangan ini tidak akan bertahan lama.
“Melihat resiko dan kerentanan ini, maka kami terus mengembangkan program ketahanan pangan di Katu melalui berbagai metode. Saat ini kami sedang mengembangkan program pemanfaatan pekarangan rumah bagi 60 KK warga miskin dan rentan di Katu.” Pungkasnya
Program ketahanan pangan komunitas melalui pengembangan padi varietas lokal telah berlangsung sejak November 2020.
Saat ini, sebanyak 1 ton gabah disimpan di lumbung pangan bersama sebagai simpanan dalam menghadapi situasi darurat di desa Katu. Selain itu, 1 ton gabah juga akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan petani di Katu.