MASYARAKAT SEBAGAI GARDA TERDEPAN PENCEGAHAN PERLUASAN PENULARAN COVID-19
Bumi seolah ‘berhenti sejenak’ dari porosnya, aktivitas manusia seakan lumpuh, rumah yang sejatinya tempat berpulang melepaskan lelah terasa seperti penjara. Budaya bertegur sapa dan bercengkerama ria seperti biasanya seketika memudar. Sebuah virus yang bernama corona menjadi ‘biang kerok’ yang memicu timbulnya masalah kesehatan akut. Corona Virus Diasease 2019 (Covid-19) atau yang lebih dikenal dengan nama virus corona mengharuskan kita untuk saling menjauh, menjaga jarak fisik agar terhindar darinya agar tetap bisa bertahan hidup. Begitu meresahkan dan rasa kekhawatiran bercampur sedih senantiasa menghantui. Para ahli medis telah memutuskan bahwa virus ini sangat berbahaya, menjadi pandemi mengancam keselamatan.
Menurut badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) virus corona adalah keluarga besar virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Pada manusia corona bisa menyebabkan infeksi pernafasan, flu yang tak biasa hingga penyakit yang lebih parah seperti halnya Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrme (SARS). Desember 2019 Covid-19 ditemukan pertama kalinya di Wuhan China kemudian mewabah dan menular kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia. Gejalanya yang paling umum adalah demam, kelelahan dan batuk kering. Selain itu, pada beberapa kasus pasien mengalami sakit dan nyeri di badan, hidung tersumbat, pilek, sakit tenggorokan. Awalnya gejala-gejala ini bersifat ringan dan terjadi perlahan menggerogoti imun tubuh lalu terus melemah.
Namun belakangan beberapa orang yang terinfeksi tetapi tidak menunjukkan gejala apapun seperti manusia yang sehat. Mayoritas orang yang terinfeksi (sekitar 80%) pulih dari penyakit tanpa perlu menjalani perawatan khusus karena daya tahan tubuhnya cukup kuat melawan Covid-19. Tapi pandemi baru ini tak bisa dipandang enteng, sebab secara statistik para ahli kesehatan memperkirakan dari enam orang yang positif terinfeksi, paling tidak satu diantaranya akan kesulitan bernafas, mengalami sakit yang parah hingga meregang nyawa dan mati.
WHO memperkirakan cara penularan Covid-19 kebanyakan melalui kontak fisik, percikan cairan liur dari hidung dan mulut saat orang yang terinfeksi bersin atau batuk atau menghembuskan nafas. Selain menyebar langsung penularannya juga bisa melalui benda, cairan liur yang jatuh ke benda atau pun tersentuh tangan penderita dan benda tersebut disentuh oleh orang lain. Akan semakin rentan kalau orang tersebut menyentuh mata, hidung, atau mulut.
Sangat mengkhawatirkan bagi masyarakat karena proses penularan virus ini begitu cepat dan dapat menular ke siapa saja. Tak peduli itu seorang bayi, anak-anak, orang dewasa, lansia, bahkan ibu hamil dan menyusui. Orang yang lanjut usia adalah kelompok paling rentan karena memiliki daya tahan tubuh yang lemah, terlebih lagi bagi orang yang sedang menderita penyakit yang lain. Bagi mayoritas lansia dan penderita penyakit lainnya virus ini dapat mengakibatkan kematian. Demikianlah pandemi ini menular, gejalanya bisa saja tidak sama pada setiap orang. Begitu mengherankan sebab belakangan diantara orang yang dideteksi positif terjangkit Covid-19 tidak memperlihatkan gejala apapun dan terlihat sehat. Orang dalam kategori ini disebut carrier corona dan tentu saja ini sangat berbahaya. Dapat kita bayangkan jika orang-orang disekitarnya berpikir kalau orang tersebut sehat dan tidak terinfeksi. Sehingga keluarga dan orang disekitarnya tidak terlalu menjaga jarak darinya maka potensi penularannya sangat tinggi dan jika menular kepada orang di sekitarnya sangat rentan menderita penyakit Covid-19.
Pandemi ini sudah memakan korban dalam jumlah besar. Hingga 3 April 2020 laman CSSE Johns Hopkins University merilis data kasus positif Covid-19 di seluruh dunia yang sudah menembus angka 1 juta lebih pasien dan 53.975 jiwa diantaranya meninggal dunia. Sementara yang dinyatakan sembuh berjumlah 217.433 jiwa. Saat ini Amerika Serikat, Spanyol dan Italia menjadi negara dengan kasus Covid-19 terbanyak. Sementara di Jerman jumlah orang yang terinfeksi telah melampaui China. Angka kematian tertinggi terjadi di Italia, Spanyol dan Perancis.
Virus corona masuk ke Indonesia awal Maret 2020 yang menginfeksi 2 orang. Hanya berselang satu bulan lebih pandemi ini telah menyebar menjelajah ke berbagai penjuru di bumi nusantara. Hampir semua wilayah Indonesia telah ada orang yang terdeteksi positif virus berbahaya tersebut. Hingga awal April Pemerintah mengumumkan jumlah warga yang terjangkit virus ini mencapai sudah mencapai 1.986 jiwa. Sementara itu di Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah Kota Palu gugus tugas Covid-19 Kota Palu mengumumkan terdapat 4 kasus positif corona dan 1 orang meninggal pada tanggal 3 April 2020. Sejak pemerintah mengumumkan situasi darurat bencana non alam, hari-hari warga Kota Palu diliputi rasa was-was. Bagaimana tidak jika setiap harinya mendengar kabar jumlah orang positif terpapar corona terus meningkat. Bahkan tanpa melalui proses tracking kontak langsung dan proses pemeriksaan, warga di wilayah sekitar tempat tinggal orang yang terpapar corona sudah mendapatkan stigma negatif sebagai Orang Dalam Pengawasan (ODP).
Dalam situasi krisis kesehatan ini secara psikologis orang-orang menjadi sangat sensitif dan ekstra waspada. Tak ayal lagi stigma negatif terhadap warga yang bermukim di sekitar rumah penderita merupakan kondisi yang sangat mengiris rasa kemanusiaan kita. Sebaiknya kita memang harus menjaga jarak fisik, namun stigma negatif dan pengucilan terhadap penderita Covid-19 dan tetangga-tetangganya merupakan tamparan bagi rasa kemanusiaan kita.
Hingga saat ini Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemerintah Kota Palu belum belum mengajukan kepada pemerintah pusat untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pemerintah daerah masih memilih untuk menganjurkan kepada warga menerapkan physical distancing sebagai upaya menahan laju penyebaran virus corona. Meskipun Kebijakan PSBB belum diberlakukan di seluruh daerah, namun pemerintah pusat mengklaim akan menyiapkan anggaran sebesar 405,1 triliun rupiah. Dana tersebut akan dipergunakan untuk melakukan pengadaan alat kesehatan, obat-obatan, laboratorium pemeriksaan, alat pelindung diri serta dampak krisis ekonomi dari pandemi ini.
Nanti setelah pandemi corona telah menular dan semakin meluas sebarannya, barulah pemerintah tersadar betapa bencana non alam ini akan sangat berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat. Padahal sebelumnya pemerintah tidak terlalu peduli dengan bahaya ini. Andaikan pemerintah tersadar sejak dini, penularan dan penyebarannya bisa diantisipasi lebih dulu sebelum mewabah.
Akan tetapi bukan hanya pemerintah yang kurang sadar. Tingkat kesadaran dan kepatuhan warga masyarakat juga cukup berkontribusi terhadap peningkatan penularan dan sebaran kasus Covid-19. Hanya berselang beberapa hari setelah diumumkannya status darurat kesehatan masyarakat, sudah banyak diantara warga yang kurang mengindahkan anjuran pemerintah untuk menjaga jarak, menggunakan masker dan senantiasa menjaga kebersihan tubuh. Namun kita tidak bisa mempersalahkan sikap masyarakat atas apa yang mereka lakukan. Mayoritas warga Kota Palu bukanlah orang-orang yang suka membangkang dan tidak mematuhi anjuran pemerintah. Tapi banyak diantara mereka yang terpaksa keluar rumah hanya untuk mencari rejeki demi mendapatkan sesuap nasi dan mempertahankan hidup. Sedangkan bantuan pemerintah sesuai dengan yang dijanjikan belum juga didistribusikan.
Mungkin kisah yang ditulis oleh pemilik Senny Resto Kemang Pratama yang menceritakan tentang seorang driver GoJek yang datang ke restonya saat sore menjelang malam, dapur resto tersebut sudah dibersihkan dan hendak ditutup karna hari itu sepi pelanggan sejak virus corona mewabah. Sang driver Gojek masuk ke resto dan bertanya dengan wajah yang penuh harap; “apakah masih menerima pesanan?”. Ketika itu pemilik resto tidak tega menolaknya dan menjawab pertanyaan sang driver Gojek; “apa saja pesanannya? Tapi agak lama pak, karna semua kompor sudah dimatikan, dan semua bahan harus disiapkan dari awal”. Mendengarkan tanggapan dari pemilik resto, sang driver GoJek terlihat begitu senang dan berkata; “tidak apa-apa bu, saya tunggu saja, karna ini orderan pertama saya sejak pagi saya nunggu di jalanan”. mendengar hal ini hati manusia mana yang tidak tersentuh? Bahkan mungkin orang lain yang membaca kisah ini akan merasa terharu dan meneteskan air mata. Dapat dibayangkan seharian sang driver GoJek berjibaku di jalanan di tengah ancaman pandemi virus corona, berjuang hanya untuk bisa menghidupi keluarganya.
Ada banyak saudara-saudara kita di luar sana yang lebih merana lagi hidupnya sebagai dampak ekonomis dari pandemi global ini. Sebab dalam kehidupan kita bermasyarakat, tidak semua orang merasakan kondisi hidup yang sama. Tidak semua saudara-saudara kita merasakan hidup nyaman dan serba berkecukupan saat menjalani physical distancing. Karena itu untuk menagatasi kesulitan ekonomi yang dialami oleh maayarakat, pemerintah perlu mengupayakan untuk segera memenuhi kebutuhan pangan masyarakat agar mereka juga bisa berkomitmen untuk menjalankan physical distancing. Bahkan pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan karantina parsial sepeti yang dilakukan pemerintah Italia.
Hal yang terpenting bagi pemerintah untuk mengintensifkan pelayanan kesehatan, pembagian masker dan alat kebersihan untuk mengatasi kerentanan penularan Covid-19. Dana yang dipersiapkan oleh pemerintah pusat dan daerah sebaiknya lebih difokuskan untuk penyediaan alat-alat kesehatan dan kebutuhan pokok warga untuk bertahan hidup di tengah krisis pandemi ini. Apalagi sejauh ini di Sulawesi Tengah dan Kota Palu khususnya kita melihat mayoritas masyarakat cukup tinggi tingkat kesadarannya dalam memutus rantai penularan virus corona. Dimana hampir semua tempat menyiapkan air dan sabun cuci tangan seperti di depan rumah dan toko-toko tempat usaha. Disamping itu warga juga cukup patuh untuk menggunakan masker, membawa handsanitizer.
Ke depan bilamana penularan virus ini semakin meluas, pemerintah sebaiknya memikirkan untuk mengeluarkan kebijakan karantina parsial sebagai langkah strategis. Jika kebijakan karantina parsial dijalankan, maka kelangkaan masker dan handsanitizer dan bahkan kenaikan harga alat kesehatan tersebut bisa dihindari. Sehingga anggaran bantuan bisa difokuskan sebahagian untuk pengadaan alat pelindung diri bagi tenaga kesehatan yang bertugas dalam penanganan Covid-19.
Sebelum pemberlakuan karantina parsial tersebut dijalankan, sebaiknya dilakukan edukasi penyadaran kepada masyarakat untuk menjaga kebersihan dan berperilaku hidup sehat dan melaksanakan protokoler pencegahan Covid-19. Penting bagi pemerintah untuk mengajak masyarakat dan semua pihak untuk bahu-membahu bekerja sama dalam mengatasi masalah ini. Dengan tumbuhnya kesadaran masyarakat, niscaya merekalah yang akan menjadi pejuang di garis depan dalam menghadapi COVID-19. Karena sejatinya dokter, perawat, atau pun bidan hanya berperan sebagai benteng pertahanan terakhir dan kita sebagai masyarakat yang akan menjadi garda terdepan dalam mencegah dan memerangi pandemi Covid-19. Ibaratkan kita menghadapi situasi perang, kita sebagai masyarakat tidak boleh membiarkan musuh masuk sampai ke benteng pertahanan terakhir.
Dengan tingginya tingkat kesadaran masyarakat, karantina parsial akan bekerja efektif dalam mencegah penularan dan perluasan Covid-19. Karena dengan kebijakan karantina parsial petugas kesehatan juga dengan mudah dapat melakukan tes secara massal secara cepat untuk mendeteksi dan mengontrol wilayah sebaran Covid-19. Dengan demikian krisis ekonomi, krisis kemanusiaan dan tindakan brutal dapat dihindari dan perlahan tapi pasti Indonesia khususnya Sulawesi Tengah dapat pulih dari pandemi Covid-19. Sehingga masyarakat dapat kembali beraktifitas seperti biasanya dan keadaan akan kembali normal seperti harapan kita bersama.
Oleh : Marlina Oktaviasari
Sumber : Sulteng Bergerak
* Penulis sementara menempuh pendidikan pada Program Studi S1 Agribisnis Jurusan Sosial Ekonomi Pertaian Fakultas Pertanian Universitas Tadulako.
* Penulis adalah pemenang terbaik kedua dalam lomba menulis Esai bertema “Penanganan Pandemi Covid-19 di Sulawesi Tengah” yang diselenggarakan oleh Sulteng Bergerak.