Login

Lost your password?
Don't have an account? Sign Up

RTRWDes Penting Dibuat Sebagai Dasar dalam Perencanaan Pembangunan SDA Berkelanjutan

Katu-Celebes Bergerak bersama Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia menggelar workshop pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan berbasis penataan ruang desa pada selasa, 26 juli 2022 di Desa Katu, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah.

Kegiatan ini menghadirkan 8 perwakilan masyarakat dari unsur pemerintah desa di Kecamatan Lore Tengah terdiri dari Kepala Desa (Kades), Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Adat Desa (LAD) dan perwakilan petani masing-masing dari desa.

Pada pembukaan kegiatan, direktur Celebes Bergerak, Adriansa Manu mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada pemerintah desa di Kecamatan Lore Tengah tentang pentingnya membuat kebijakan perencanaan penataan ruang desa berbasis pembangunan berkelanjutan.

“Kebijakan perencanaan penataan ruang desa penting dibuat untuk mengatasi masalah iklim dan lingkungan di tingkat desa. Kebijakan ini nantinya akan mengatur pemanfaatan ruang di desa berbasis perencanaan pembangunan berkelanjutan. ” Jelasnya

Menurut Adriansa, kebijakan desa tentang rencana tata ruang wilayah desa (RTRWDes) akan memberikan manfaat bagi pemerintah desa dalam merencanakan pembangunan yang berkelanjutan.

“RTRWDesa akan menjadi dasar dalam penyusunan RPJMDes dan RKPDes meskipun terjadi pergantian kepala desa.” Tuturnya

Lebih lanjut kata Adriansa, RTRWDesa akan memberikan pencerahan kepada Pemerintah Desa terkait apa yang harus direncanakan dalam pembangunan desannya. Dengan demikian kata dia RPJMDes dan RKPDes akan menjadi lebih bersinergi dan terarah sebagaimana RTRW pemerintah di atasnya serta lebih jelas rencana pembangunan apa yang akan dilakukan, dan akan berkelanjutan walupun terjadi pergantian Kepala Desa.

Selain itu kata Adriansa RTRWDes akan membantu pengendalian alih fungsi lahan pada daerah-daerah yang memiliki kerentanan, risiko bencana dan zona penyangga serta perlindungan desa.

“Kebijakan desa tentang RTRW akan mampu menjaga kualitas lingkungan dan menekan terjadinya konflik antar kepentingan baik antar warga maupun dari pihak luar.” Tandasnya

Kegiatan workshop juga dihadiri langsung Camat Lore Tengah, Sam Karya Nugraha Lantawa,SE. Pada sambutnnya, ia menyampaikan rasa terimakasih atas penyelenggaraan kegiatan workshop pengelolaan sumber daya alam berbasis perencanaan penataan ruang desa.

“Sepertinya ini baru pertama kali ada kegiatan semacam ini di Lore Tengah, sebagai pemerintah kecamatan. Saya mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada pelaksana kegiatan workshop yang telah memilih lokasi kegiatan ini di Lore Tengah.” Tuturnya

Sementara itu, Sunardi,S.Tr.Klim, PMG Ahli Stasiun Pemantau Atmosfer Lore Lindu Bariri-Palu saat menyampaikan materi mengatakan bahwa selama 5 tahun terakhir hujan tahunan Lore Tengah memiliki kecenderungan naik berkisar antara 141.5-2072.5 mm per tahun.

“Jika dilihat trennya ada peningkatan signifikan jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya misalnya pada tahun 2018 jumlah hujan di Lore Tengah ada di angka 141.5 mm. Tetapi, pada tahun 2020, terjadi kenaikan pesat yakni berjumlah 2072.5 mm.” Kata dia

Lebih lanjut kata Sunardi, hujan bulanan Lore Tengah memiliki pola Ekuatorial atau memiliki 2 puncak yakni pada bulan april dan oktober.

“Umumnya jumlah hujan bulanan Lore Tengah berkisar antara 36.4-191.8 mm per tahun. Hujan terendah umumnya terjadi pada bulan agustus dan tertinggi terjadi pada bulan april.” Tuturnya

Pada kesimpulannya kata Sunardi, terjadi konsentrasi peningkatan gas rumah kaca di Lore Tengah. Hal itu kata dia, dapat menyebabkan terjadinya peningkatan suhu seiring berjalanannya waktu yang dapat mempengaruhi kondisi iklim lain seperti peningkatan jumlah hujan tahunan di Kecamatan Lore Tengah.

Kata Sunardi, perubahan iklim ini mempengaruhi sumber daya alam dan kehidupan masyarakat di Lore Tengah yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah hujan tahunan sehingga berdampak pada terjadinya bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.

“Perubahan iklim dapat mengganggu kegiatan pertanian dan menurunkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian di Lore Tengah. Sehingga perlu ada langkah penyesuaian untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim ini.” Tandasnya

Direktur TuK INDONESIA, Edi Sutrisno mengatakan Indonesia memiliki kerentanan bencana akibat perubahan iklim. Menurutnya pada tahun 2020 total bencana di Indonesia mencapai 4.650 kejadian.

“Umumnya bencana ini didominasi oleh bencana banjir sebanyak 1.518, puting beliung sebanyak 1.386, tanah longsor, 1.054 dan KARHUTLA sebanyak 597 kejadian.” Jelasnya

Menurutnya Indonesia memiliki komitmen dalam pengendalian perubahan iklim yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC). Komitmen ini, kata Gun, panggilan akrapnya membutuhkan pendanaan besar untuk mencapai target penurunan emisi pada 2030 yakni mencapai USD 247,2 miliar.

“Sektor kehutanan dan energi menjadi sektor utama dalam NDC yang memiliki kebutuhan dana paling besar yakni USD 5,56 miliar dan USD 236,2 miliar.” Tuturnya

Lebih lanjut kata Gun, Desa sebetulnya memiliki peluang untuk dapat mengakses pendanaan iklim. Namun, kata dia perlu ada peningkatan kapasitas masyarakat dan aparatur desa untuk mengetahui cara menghitung karbon.

Berkaitan dengan perlindungan wilayah kelola rakyat (WKR), Deputi Eksternal WALHI, Edo Rahkman mengatakan bahwa masyarakat memiliki peluang untuk mendorong pengakuan dan akses masyarakat terhadap hutan dan lahan. Hal itu kata dia, dapat dilihat dalam RPJMN 2020-2024 dimana Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial (RAPS) merupakan salah satu program prioritas pemerintah dalam hal pengetasan kemiskinan.

“Sayangnya pemerintah tidak begitu serius dalam mengimplementasikan proyek strategis nasional ini sehingga tidak berjalan maksimal.” Sesalnya

Meski demikian, kata Edo, peluang ini menjadi kesempatan bagi masyarakat terutama yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan untuk mendapatkan pengakuan dari Negara. “Saat ini WALHI telah berhasil mendorong pengakuan WKR di 5 Provinsi di Indonesia dengan total luasan WKR seluas 1.159.816 ha dengan total penerima manfaat sebanyak 160.917 KK.” Tandasnya

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*
*