Segera Penuhi Hak Korban Bencana PADAGIMO
Pernyataan Sikap Bersama
Sulteng Bergerak, HIMASOS, HIMAP, Indonesia Bangkit, WALHI SULTENG, YTM, SMIP SULTENG, Culture Project, Arus Tengah, Polisi Tidur, Nebula, Carabean Bunglon dan Aliansi Korban Bencana Bersatu.
Palu, 16 Maret 2020
Masa tanggap darurat dan transisi penanganan pascabencana gempa, tsunami dan liquifaksi telah berakhir. Memasuki fase pemulihan rehabilitasi dan rekonstruksi, berbagai masalah yang seharusnya terselesaikan pada fase tanggap darurat dan transisi tak kunjung menemukan jalan keluarnya. Sudah 17 bulan berlalu pasca bencana 28 September 2018, sampai saat ini masih banyak persoalan yang dihadapi oleh para penyintas, utamanya yang berkaitan dengan hak-hak dasarnya.
Meskipun laporan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota menunjukkan kemajuan dan penanganan yang baik, namun realitas di lapangan justru membuktikan fakta yang sebaliknya. Mulai dari proses pendataan yang tidak partisipatif hingga distribusi dana bantuan santunan duka, jadup dan huntap yang terlalu berbelit-belit dan belum sepenuhnya tepat sasaran dan belum terdistribusi secara merata. Sehingga pemerintah terkesan abai dalam pemenuhan hak penyintas. Masih banyak korban yang tinggal di tenda-tenda pengungsian dan hunian sementara yang kondisinya jauh dari kondisi layak.
Demikian pula dengan aspek yang lain berkaitan dengan kebijakan tata ruang yang akan direvisi oleh pemerintah cenderung lebih memberikan ruang kepada investasi dan mengabaikan hak-hak penyintas atas ruang penghidupannya. Dalam penetapan pola ruang yang menetapkan zona rawan bencana, hingga saat ini belum ada penanganan khusus untuk memberikan kepastian atas hak kepemilikan tanah bagi penyintas. Lebih ironis lagi lokasi huntap yang akan menjadi tempat relokasi yang oleh pemerintah tidak memperhitungkan penghidupan yang layak sesuai harapan penyintas.
Selain itu bagi perempuan dan anak serta kelompok rentan lainnya juga belum mendapatkan perlindungan dan pemenuhan haknya. Hal tersebut dibuktikan dengan semakin banyaknya kasus kekerasan, pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak di tenda pengungsian dan huntara. Fakta ini menunjukkan bahwa pengambilan keputusan dan kebijakan penanganan bencana yang tidak melibatkan kelompok perempuan dan kelompok rentan lainnya.
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh penyintas dalam menuntut pemenuhan hak-hak dasarnya tak kunjung mendapatkan respon yang baik dari pemerintah. Dari proses dialog, langkah administratif dan aksi-aksi demonstrasi yang ditempuh oleh penyintas juga belum membuahkan hasil sesuai harapan penyintas. Karena itu pada kegiatan pemutaran film dan konsolidasi ini kami menegaskan tuntutan kepada pemerintah untuk:
1. Segera mencairkan dana stimulan tanpa tahapan dan tanpa syarat kepada korban bencana
2. Berikan kebebasan kepada penyintas untuk memilih relokasi atau dana stimulan
3. Berikan segera dana santunan duka kepada keluarga/ahli waris penyintas yang meninggal dunia
4. Segera berikan Jadup kepada korban bencana tanpa diskriminasi
5. Libatkan masyarakat dalam melakukan validasi data dan penyaluran bantuan secara partisipatif
6. Hak keperdataan korban tidak boleh dihilangkan dan tetap melekat pada korban
7. Berikan kepastian hukum atas kepemilikan huntap
8. Berikan perlindungan dan pemenuhan hak terhadap perempuan dan anak serta disabilitas korban bencana
9. Libatkan masyarakat dalam penyusunan Ranperda RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota.
10. Laksanakan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Nomor 02 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
11. Bentuk Gugus Tugas Untuk Penanganan Virus Covid-19 di Provinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten dan Kota.
Ketua Panitia
Adi Prianto, SH
(Kontak: 081341022202)
Sumber : Sulteng Bergerak